• About FEB
  • About Us
    • History
    • Our Programs
    • Vision and Missions
    • Our People
  • Contact
  • Gallery
    • Photos
    • Videos
Universitas Gadjah Mada Centre for Research in Islamic Economics and Business
Faculty of Economics and Business
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Editorial
    • Opinion
    • Learning Corner
    • News
    • Presentation
  • Publications
    • Working Paper
    • Journal
  • Events
    • Seminar
    • Conference
  • Data
    • Sources Economic Databank
    • Infographics
    • Sharia Financial Statistics
  • Our People
    • Senior Researcher
    • Research Assistant
    • Research Associate
  • Beranda
  • Pos oleh
Pos oleh :

abdul.qodri.s

The 2nd International Conference of Zakat (2nd ICONZ)

ConferenceNews Monday, 19 November 2018

Pusat Kajian Ekonomika dan Bisnis Syariah Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional telah menyelenggarakan 2nd International Conference of Zakat (2nd  ICONZ). Acara ini diselenggarakan pada 15-16 November 2018 di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Rangkaian acara 2nd International Conference of Zakat tahun 2018 ini meliputi International Conference yang terdiri dari dua diskusi panel, dan parallel paper presentation oleh para peserta.

Tema yang diusung pada 2nd  ICONZ  tahun ini adalah “Zakat and the Development of Digital Finance”. Diskusi panel pada 2nd  ICONZ kali terbagi menjadi dua sesi, yaitu sesi Kamis dan Jumat.  Para pembicara yang dihadirkan pada sesi Kamis adalah, Prof. Dr. Bambang Soedibyo (Ketua BAZNAS) sebagai pembicara kunci, Dr. Irfan Syauqi Beik (Direktur PUSKAS BAZNAS), Fahmi Ridho (Enterprise IT Architect), Umi Waheeda (Al-Ashriyyah Nurul Iman Islamic Boarding School), Umar Munshi (Founder, Ethis Singapore, Co-Founder, Ethis Ventures Malaysia), Urip Budiarto (Head of Islamic Product, Kitabisa.com), serta Bapak Eko Suwardi, M.Sc., Ph.D. (Dekan FEB UGM) sebagai pembicara. Pada hari pertama ini, diskusi panel dimoderatori oleh Akhmad Akbar Susamto Ph.D (Ketua PKEBS). Sedangkan pada hari kedua, pembicara yang dihadirkan diataranya, Dr. Zainulbahar Noor (Wakil Ketua BAZNAS), Prof. Dr. Abdul Ghafar Ismail (Profesor of Islamic Economics and Finance The National University of Malaysia), Muhammad Lawal Maidoki (Chairman of SOZECOM, Sokoto, Nigeria) serta Isye Nur Isroh M.Sc. (DP3F OJK). Sesi Jumat ini dimoderatori oleh Taufikur Rahman, S.E., M.B.A., Ak., CA. (FEB UGM). Selain itu juga terdapat Guest Lecture yang menghadirkan Prof. Dr. H. Ahmad Satori Ismail (Anggota BAZNAS) dan Dr. Elsiddeg Ahmed Abdelrahim Elgezoly (Higher Institute of Zakat Sciences, Sudan) serta dimoderatori oleh Dr. M Choirin, Lc. MA (Senior Researcher PUSKAS BAZNAS).

Tujuan penyelenggaraan konferensi ini adalah untuk mengeksplorasi secara lebih mendalam isu-isu yang berkaitan dengan zakat dan perkembangan keuangan digital. Sehingga diharapkan, hadirnya konferensi ini dapat memberikan solusi yang terkait dengan pemahaman preseden hukum, model manajemen, mekanisme kerjasama dalam praktik keuangan digital, dan isu-isu terkait lainnya yang perlu dijawab.

Menelisih Lebih Lanjut tentang Zakat

Learning Corner Thursday, 25 October 2018

Ditulis Oleh:

Razhel Alfan Gumelar

Intern Assistant of PKEBS

Sebagai rukun islam ketiga, seorang muslim wajib mengeluarkan zakat apabila telah memiliki harta yang wajib dizakati, telah mencapai nishab (batas minimal ukuran harta) serta haul (waktu kepemilikan harta). Bahkan Abu Bakar Assidiq telah menyiapkan pasukan untuk menggempur mereka yang memisahkan antara shalat dan membayar zakat. Kemajuan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang keuangan dan ekonomi, membuat  jenis dan bentuk kekayaan serta kegiatan manusia dalam mencari harta juga semakin berkembang, sehingga pemahaman para ulama islam saat ini dalam memahami makna dan cakupan objek zakat juga ikut berkembang. Hal tersebut, dikarenakan banyak harta yang dimiliki manusia saat ini tidak ada pada zaman Rasulullah dan pada masa-masa Khulafaurrasyidin.

Praktik zakat kontemporer yang pertama adalah zakat uang kertas. Uang kertas tidak ada pada zaman Rasulullah, karena yang digunakan pada waktu itu adalah dinar dan dirham (mata uang dari emas dan perak). Berdasarkan Lembaga Pengkajian Islam, uang kertas wajib dizakati 2.5 % apabila jumlah uang tersebut telah mencapai nishab 20 dinar emas. Setiap dinar emas senilai dengan 4.25 gram emas, maka jumlah nishab yang harus dikeluarkan zakatnya adalah 20 X 4.25 = 85 gram emas. Contohnya apabila harga emas Rp 500.000/gram, maka nishabnya adalah 85 X 500.000 = Rp 42.500.000. Barangsiapa kekayaan berupa uang kertas sejumlah itu, dan telah mencapai satu tahun qomariyah penuh tanpa berkurang, maka sudah wajib dikeluarkan zakatnya.

Praktik zakat kontemporer yang kedua adalah zakat barang-barang perniagaan. Barang-barang perniagaan adalah segala sesuatu yang disiapkan untuk diperjualbelikan dengan tujuan mencari keuntungan. Menurut pendapat Maimun bin Mahran, apabila sudah datang waktu berzakat, lihatlah uang kontan atau barang dagangan yang ada, lalu ukur nilainya dengan harga pembelian barang tersebut. Bila ada piutang di tangan orang mampu, hitunglah zakatnya. Kemudian potong dengan hutang yang dimiliki, dan zakatkan 2.5 % dari harta yang tersisa seluruhnya berdasarkan hitungan haul tahun qomariyah atau 2.577% dari harta yang tersisa berdasarkan tahun syamsiyah.

Praktik zakat kontemporer yang terakhir adalah zakat saham investasi.  Saham merupakan surat berharga sebagai tanda bukti bahwa pemegangnya turut serta dalam permodalan suatu usaha. Berdasarkan Lembaga Pengkajian Fiqih Organisasi Konferensi Islam, Pihak perusahaan bisa mengeluarkan zakatnya sebagai perwakilan mereka kalau itu ditegaskan dalam peraturan dasar mereka, atau bisa juga diserahkan kepada para pemilik saham untuk dikeluarkan zakatnya masing-masing apabila telah memenuhi nishab dan haulnya.

Sumber :

Ash-shawi, Shalah., dan Abdullah al-Muslih. 2011. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Terjemah oleh Abu Umar Basyir. Jakarta : Darul Haq

Mubarrak, Ramadhan Islahuddin. 2017. Zakat Saham dan Obligasi (Studi Analisis Istinbat Hukum Yusuf Al-Qardhawi). Tesis. Fakultas Hukum Islam UIN Alauddin : Makasar

Sewa Menyewa dalam Hukum Islam

Learning Corner Thursday, 25 October 2018

Ditulis Oleh:

 Dwiani Kartikasari

Intern Assistant of PKEBS

Pengertian

Apakah yang disebut sewa menyewa dalam islam? Bagimana hukum sewa menyewa dalam islam?

Dalam fiqh Islam disebut sewa menyewa disebut ijarah.  Al-ijarah menurut bahasa berarti “al-ajru” yang berarti al-iwadu (ganti) oleh sebab itu as-sawab (pahala) dinamai ajru (upah). Menurut istilah, al-ijarah ialah menyerahkan (memberikan) manfaat benda kepada orang lain dengan suatu ganti pembayaran. Sehingga sewa menyewa atau ijarah bermakna akad pemindahan hak guna/manfaat atas suatu barang/jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

Dasar Hukum

  1. Al – Qur’an:
    a. QS. Az-Zukhruf : 32

Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan, sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagain mereka dapat mepergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”. (Q.S Az-Zukhruf : 32).

           b. QS Al-Baqarah : 233

“Dan jika dan jika ingin anakmu disusukan orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S Al-Baqarah : 233).

 

  1. As – Sunnah

“Dari Handhala bin Qais berkata: Saya bertanya kepada Rafi bin Khadij tentang menyewakan bumi dengan emas dan perak, maka ia berkata: Tidak apa-apa, adalah orang-orang di jaman Rasulullah saw menyewakan bumi dengan barang-barang yang tumbuh di perjalanan air dan yang tumbuh di pangkal-pangkal selokan dan dengan beberapa macam dari tumbuh-tumbuhan lalu binasa ini, selamat itu dan selamat itu dan binasa yang itu, sedangkan orang yang tidak melakukan penyewaan kecuali melakukan demikian, oleh karma itu kemudian dilarangnya, apapun sesuatu yang dimaklumi dan ditanggung, maka tidak apa-apa”. (HR. Muslim)

Rukun Sewa Menyewa

  1. Pelaku sewa menyewa yang meliputi mu’jir dan musta’jir. Dalam hal sewa menyewa, mu’jir / lessor adalah orang yang menyewakan sesuatu, sedangkan musta’jir / lessee adalah orang yang menyewa sesuatu. Syarat mu’jir dan musta’jir adalah orang yang baligh, barakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan saling meridhai.
  2. Objek akad meliputi manfaat aset / ma’jur dan pembayaran sewa atau manfaat jasa dan pembayaran upah.
  1. Manfaat aset/jasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
  • bisa dinilai & dapat dilaksanakan dalam kontrak;
  • tidak haram;
  • dapat dialihkan secarah syariah;
  • dikenali secara spesifik; dan
  • jangka waktu penggunaan manfaat ditentukan dengan jelas.
  1. Sewa dan Upah :
  • jelas besarannya dan diketahui oleh pihak2 yang berakad;
  • boleh dibayar dalam bentuk jasa dari jenis yang serupa dengan obyek akad; dan
  • bersifat fleksibel
  1. Ijab kabul / serah terima

Berakhirnya Akad Ijarah / Sewa menyewa

  1. Periode akad sudah selesai sesuai perjanjian
  2. Periode akad belum selesai tapi pemberi sewa dan penyewa sepakat menghentikan akad ijarah
  3. Terjadi kerusakan aset
  4. Penyewa tidak dapat membayar sewa
  5. Salah satu pihak meninggal & ahli waris tidak ingin meneruskan akad.

Jenis Akad Ijarah

Berdasar Exposure Draft PSAK 107, ada dua jenis akad ijarah yaitu

  1.  Akad pemindahan hak guna/manfaat atas suatu barang/jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
  2. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) adalah ijarah dengan wa’ad (janji) dari pemberi sewa berupa perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu. Perpindahan kepemilikan dapat dilakukan melalui hibah dan penjualan.

Pelaksanaan penjualan dapat dilakukan melalui :

  1. Sebelum akad berakhir
  2. Setelah akad berakhir
  3. Penjualan secara bertahap sesuai wa’ad/janji pemberi sewa
  1. Jual dan sewa kembali (sale & leaseback)

Perbedaan Ijarah dan Leasing

No Keterangan Ijarah Leasing
1. Objek Manfaat barang dan jasa Manfaat barang saja
2. Metode Pembayaran Tergantung atau tidak tergantung pada kondisi barang / jas ayang disewa. Tidak tergantung pada kondisi barang yang disewa.
3. Perpindahan Kepemilikan
  1. Ijarah

Tidak ada perpindahan kepemilikan.

  1. IMBT

Janji untuk menjual atau menghibahkan di awal akad.

  1. Sewa Guna Operasi

Tidak ada transfer kepemilikan.

  1. Sewa Guna dengan Opsi

Memiliki opsi membeli atau tidak membeli di akhir masa sewa.

4. Jenis Leasing
  1. Lease Purchase

Tidak diperbolehkan karena akadnya gharar, yakni antara sewa dan beli.

  1. Sale and Lease Back

Diperbolehkan.

  1. Lease Purchase

Diperbolehkan.

  1. Sale and Lease Back

Diperbolehkan.

Sumber : Buku Akuntansi Syariah di Indonesia, 2009

 

 

Daftar Pustaka

Abdul bin Nuh dan Oemar Bakriy. Kamus Arab-Indonesia-Inggris. hal 11.

Masduha Abdurrahman. Pengantar dan Asas-asas Hukum Perdata Islam. hal 97.

Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat.

Rasionalitas dalam Ekonomi Islami

Learning Corner Friday, 19 October 2018

Ditulis Oleh:

 Romadhon Falaqh

Intern Assistant of PKEBS

Ekonomika Islam memiliki pandangan tersendiri untuk menjelaskan perilaku konsumen. Berbeda dengan konsep rasionalitas dalam ekonomika konvensional, Hossain (2014) memaparkan sebuah konsep yang bernama islamic economic rationalism (IER). Hal sama diulas pula oleh Ramli dan Mirza (2007) dengan membagi dua elemen rasionalitas islami menjadi worldview  dan self-interest. Pada elemen self-interest, individu akan membatasi kepentingan diri menurut sharia compliance. Begitu pula IER dijelaskan bahwa agama adalah key determinant, sedangkan sumber syariah berasal dari ajaran agama. Diiringi faktor exogenous dalam perilaku konsumen yang berupa efek agama, kepercayaan, budaya serta legal and political framework (Kahf, 2004), pemikiran-pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa individu muslim itu sangat mempertimbangkan ihwal halal dan haram dari produk baik barang maupun jasa yang akan dikonsumsinya.

Berangkat dari penjelasan di atas, barang/jasa yang halal tentu adalah pilihan tepat bagi para konsumen yang ber-IER. Keseimbangan konsumen muslim yang rasional (IER) adalah memaksimumkan success/falah yang berarti kebahagian dunia dan akhirat (Kahf, 2004). Falah tersebut dicapai melalui setiap aktivitas individu termasuk konsumsi yang sesuai dengan sharia-compliant ethics and faith values (Ghassan, 2015). Ghassan menerangkan utilitas atas pencapaian falah tersalurkan melalui kepuasan materialistic dan metaphysic reward. Konsumsi yang berlandaskan ajaran Islam seperti menggunakan barang/jasa yang halal akan membawa maslahat/utilitas (Ramli dan Mirza, 2007) sehingga dapat memaksimumkan falah.

 

Daftar Pustaka:

Ghassan, H. B. (2015). Islamic Consumer Model, Fairness Behavior and Asymtotic Utility. Munich Personal RePEc Archive, 1- 39.

Hossain, B. (2014). Economic Rationalism and Consumption: Islamic Perspective. International Journal of Economics, Finance and Management, 273 – 281.

Kahf, M. (2004). The Demand Side or Consumer Behavior: Islamic Perspective.

Ramli, A. M., & Mirza, A. A. (2007). The Theory of Consumer Behavior: Conventional vs. Islamic. 2nd Islamic Conference (iECONS) 2007. Islamic Science University of Malaysia.

Coming Soon: 2nd International Conference of Zakat

News Wednesday, 3 October 2018

Pusat Kajian Ekonomika dan Bisnis Syariah FEB UGM bersama Pusat Kajian Strategis BAZNAZ akan menyelenggarakan 2nd International Conference of Zakat (ICONZ). 2nd ICONZ akan dilaksanakan pada:

Hari: Kamis-Jumat
Tanggal: 15-16 November 2018
Pukul: 08.00-17.00 WIB
Tempat: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Rangkaian Acara dalam 2nd ICONZ 2018 meliputi, Plenary Sessions dengan tema Zakat and the Development of Digital Finance, Parallel Sessions, dan Gala Dinner.

PKEBS FEB UGM Menjadi Tuan Rumah Rapat Koordinasi DPW IAEI DIY

News Monday, 24 September 2018

Sleman –Pusat Kajian Ekonomika dan Bisnis (PKEBS) FEB UGM menjadi tuan rumah rapat koordinasi dan kajian singkat Dewan Pengurus Wilayah IAEI DIY pada Jumat, 21 September 2018 bertempat di FEB UGM, Yogyakarta. Acara didahului dengan kajian singkat pembacaan makalah M. Kabir Hasan dan Sirajo Aliyu tahun 2018 yang berjudul “A Contemporary Survey of Islamic Banking Literature” oleh ketua PKEBS FEB UGM Akhmad Akbar Susamto Ph.D. Selanjutnya rapat koordinasi dipimpin oleh Prof. Mahfud Shalihin PhD yang merupakan dosen Departemen Akuntansi FEB UGM sekaligus Ketua IAEI DPW Yogyakarta.

3rd Gadjah Mada International Conference on Islamic Economics

ConferenceNews Monday, 10 September 2018

Pusat Kajian Ekonomika dan Bisnis Syariah Universitas Gadjah Mada telah menyelenggarakan 3rd Gadjah Mada International Conference on Islamic Economics and Development (GAMAICIED),  Gadjah Mada International Conference on Islamic Business Research (GAMAICIBR), dan Gadjah Mada International Conference on Islamic Accounting and Finances (GAMAICIAF). Acara ini diselenggarakan pada 31 Agustus-1 September 2018 di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Rangkaian acara 3rd GAMAICIED, GAMAICIBR, dan GAMAICIAF tahun 2018 ini meliputi International Conference yang terdiri dari tiga diskusi panel, dan parallel paper presentation oleh para peserta sesuai dengan bidang paper masing-masing.

Tema yang diusung pada tiga konferensi tersebut pada tahun ini adalah “Industry 4.0, Disruption and Islamic Economic Challenges” untuk GAMAICIED, “People, Culture and Ethics in a New Technological Era” untuk GAMAICIBR, dan “Fintech and the Future of Islamic Accounting and Finance” untuk GAMAICIAF. Para pembicara yang diundang pada kesempatan kali ini, Dr. Sugeng (Deputi Gubernur BI) sebagai pembicara kunci, Prof. Mehmet Asutay Ph.D (Durham University) & Akhmad Akbar Susamto Ph.D (UGM) untuk GAMAICIED, Dr. Nafis Alam (University of Reading Malaysia) & Wuri Handayani Ph.D (UGM), serta Prof. Soraj Hongladarom, Ph.D (Chulalongkorn University) & Nofie Iman Vidya Kemal, Ph.D (UGM).

Tujuan penyelenggaraan ketiga konferensi ini adalah untuk menstimulasi semangat penulisan riset terkait ekonomika islam dan pembangunan, bisnis islam, maupun akuntansi dan keuangan islami. Acara ini memberikan manfaat untuk memfasilitasi jaringan antar akademisi, pembuat kebijakan, praktisi, maupun pihak-pihak lain yang tertarik pada riset-riset ekonomi Islam. Selain itu konferensi-konferensi ini juga diharapkan menjadi forum sharing dan pengembangan riset mengenai ekonomika islam dan pembangunan, bisnis islam, maupun akuntansi dan keuangan islami.

PKEBS Luncurkan Universitas Gadjah Mada Working Papers on Islamic Economics and Finance

News Monday, 13 August 2018

Sleman – Pusat Kajian Ekonomika dan Bisnis (PKEBS) FEB UGM melakukan diksusi dan launching Universitas Gadjah Mada Working Papers on Islamic Economics and Finance (UGM-WPIEF) pada Senin, 6 Agustus 2018. Acara ini berlangsung pukul 09.30 hingga 16.00 WIB di Auditorium Djarum Hall, Pertamina Tower, FEB UGM dan dihadiri oleh sekitar 110 peserta dari berbagai institusi seperti UGM, UMY, UNNES, UIN Sunan Kalijaga, UAD, UII, UNS, UM Ponorogo,UIN Walisongo Semarang, Universitas Merdeka Pasuruan, BMT Beringharjo, IIQ An-Nur Yogyakarta, dll.

Pelaksanaan launching Universitas Gadjah Mada Working Papers on Islamic Economics and Finance ini dibagi menjadi dua sesi, yaitu diskusi ilmiah dan sharing session. Sesi diskusi ilmiah diawali dengan pengantar oleh Kepala PKEBS Bapak Akhmad Akbar Susamto, Ph.D yang menjelaskan mengenai “Bulaksumur Framework” sebagai rerangka pemikiran dalam memahami Ekonomika Islam. Selanjutnya sesi diskusi ilmiah dipandu oleh moderator Traheka Erdyas Bimanatya, S.E., M.Sc. dan menghadirkan 5 pembicara yaitu Muhammad Said Fathurrohman, S.E., M.Sc. (Dosen FEB Unair & Mahasiswa Georgia State University), Novat Pugo Sambodo, S.E., M.I.D.Ec. (Research Associate & Mahasiswa S3 Erasmus Universitiet Rotterdam), Dr.Duddy Roesmara Donna, M.Sc. (Dosen SPs UGM), Agung Abdullah, M.M (Dosen IAIN Surakarta & Mahasiswa S3 SPs UGM), dan Diyah Putriani, S.E., M.Sc. (Dosen FEB UGM & Mahasiswa S3 International Islamic University, Malaysia) yang menyampaikan secara lebih mendetail mengenai penggunaan “Bulaksumur Framework” dalam bidang konsentrasi mereka masing-masing.

Sesi kedua dibuka dengan pidato peresmian UGM-WPIEF oleh Kepala PKEBS Bapak Akhmad Akbar Susamto. Dalam pidato peresmian tersebut beliau menyampaikan adanya UGM-WPIEF dapat dimanfaatkan oleh para Research Assosiate PKEBS, peneliti UGM, maupun peneliti tamu untuk menunjukkan gagasannya tentang penelitian ekonomi dan keuangan Islam berdasarkan Bulaksumur Framework. Harapannya karya-karya tersebut dapat dibaca,dikomentari, dikritisi dan disitasi oleh berbagai pihak lain yang tertarik dengan topik tersebut. Sehingga hadirnya UGM-WPIEF dapat memberikan arah baru dan kontribusi yang lebih aktif dalam pengembangan metodologi penelitian Ekonomi Islam.
Sesi kedua kemudian dilanjutkan dengan sharing session oleh 4 orang research associate dan 1 orang peneliti tamu PKEBS yang menceritakan mengenai pengalaman serta suka-duka mereka dalam menyelesaikan risetnya. Kelima research assosiate yang dihadirkan dalam sharing session ini adalah Novat Pugo Sambodo, S.E., M.I.D.Ec. (Research Associate PKEBS & Mahasiswa S3 Erasmus Universitiet Rotterdam), Aditya Rangga Yogatama, S.E., M.S.E. (Peneliti tamu PKEBS & Perencana Muda, Pusat Penanganan Isu Strategis Kemendag), Randi Kurniawan, S.E. (Research Associate PKEBS & Mahasiswa Program M.Sc in FEB UGM), Annisa Fithria, S.E., M.Sc. (Research Associate PKEBS & Dosen FEB Universitas Ahmad Dahlan), serta Danes Quirira Octavio, S.E., M.Sc. (Research Assoiate PKEBS & Dosen FE Universitas Negeri Malang). Sharing session ini dimoderatori oleh Dyah Titis Kusuma Wardhani S.E., MIDEC. (Dosen FE Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).

Apa Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional ?

Learning Corner Monday, 2 July 2018

Oleh:

 Esa Azali Asyahid

Intern Assistant of PKEBS

Jika kita mendengar frasa ekonomi Islam, apa yang pertama kali muncul di benak kita? Kemungkinan besar pikiran kita langsung tertuju pada zakat, wakaf, dan perbankan serta keuangan syariah. Mungkin juga kita akan membayangkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan fiqih muamalah. Di sisi lain kita sering mendengar frasa ini disandingkan, dengan tujuan untuk dibandingkan, dengan ekonomi konvensional. Lantas apa itu ekonomi konvensional?

 

Penggunaan istilah “ekonomi” dalam percakapan sehari-hari sebenarnya memiliki makna yang ambigu. Ketika kita mengucapkan kata ini, kemungkinan kita sedang merujuk pada salah satu dari dua konsep berikut : perekonomian atau ilmu ekonomi. Dalam bahasa Inggris, secara berturut-turut padanan istilah-istilah tersebut ialah economy dan economics. Perekonomian adalah fenomena riil yang berkaitan dengan kegiatan manusia mengalokasikan sumberdaya dalam memenuhi kebutuhannya, sementara ilmu ekonomi adalah studi mengenai bagaimana manusia mengalokasikan sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa perekonomian adalah tentang apa yang terjadi, dan ilmu ekonomi adalah bidang ilmu yang mempelajari hal tersebut. Ekonomi yang dimaksud dalam pembahasan kali ini adalah ilmu ekonomi (atau diistilahkan pula sebagai ekonomika).

 

Untuk membedakan ilmu ekonomi Islam dengan ilmu ekonomi konvensional, tentu perlu diperjelas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan ilmu ekonomi konvensional. Sebenarnya istilah ilmu ekonomi konvensional secara istilah tidak merujuk pada ilmu ekonomi tertentu, karena konvensional secara bahasa berarti berdasarkan pada kesepakatan umum. Pembubuhan kata konvensional biasanya digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu hal merupakan kelaziman atau praktik yang dominan. Dalam diskursus ilmu ekonomi, terdapat istilah yang lebih sering digunakan untuk merujuk hal ini yaitu mainstream economics (ilmu ekonomi arus utama). Realitanya pun mainstream economics diisi oleh pemikiran yang sangat beragam, meski didominasi oleh pemikiran mazhab neoklasik. Salah satu definisi yang sangat terkenal tentang ilmu ekonomi datang dari pemikir mazhab ini, yaitu Lionel Robbins (1935). Ia mendefinisikan ilmu ekonomi sebagai “the science which studies human behaviour as a relationship between ends and scarce means which have alternative uses” (ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia sebagai sebuah hubungan antara tujuan-tujuan dan cara-cara yang memiliki penggunaan alternatif). Ends dalam definisi ini dapat dipahami sebagai terpenuhinya kebutuhan dan means sebagai cara-cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

 

Lantas bagaimana dengan ilmu ekonomi Islam? Telah banyak pemikir serta ekonom muslim yang mengajukan definisi bidang ilmu ini, dan sejauh ini dapat dikatakan tidak ada definisi tunggal yang disepakati. Beberapa diantara definisi tersebut antara lain disampaikan oleh Hasanuz Zaman (1984), bahwa ilmu ekonomi Islam adalah “pengetahuan dan aplikasi dari perintah-perintah serta aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pemerolehan dan pembagian sumber daya material dengan tujuan memenuhi kebutuhan manusia dan memungkinkan manusia untuk melaksanakan kewajibannya pada Allah dan masyarakat”, kemudian oleh Muhammad Arif (1985), yang mendefinisikannya sebagai “studi terhadap perilaku muslim dalam mengelola sumber daya, yang mana merupakan sebuah amanah, untuk mencapai falah”. Akram Khan (1984) menyampaikan bahwa ilmu ekonomi Islam adalah “studi mengenai falah (kesejahteraan) manusia yang dicapai melalui pengorganisasian sumber daya di dunia dengan dasar kooperasi dan partisipasi”.

 

Dari penjelasan tersebut, kita dapat ketiganya memiliki kesamaan bahwa ilmu ekonomi Islam membahas mengenai pengelolaan sumber daya, namun ada beberapa poin penting yang menjadi pembeda ilmu ekonomi Islam dengan ilmu ekonomi konvensional. Pada definisi Hasanuz Zaman, terlihat bahwa ilmu ekonomi Islam mengambil rujukan dari aturan-aturan syariat (Islam). Definisi Muhammad Arif berfokus pada perilaku muslim, yang dalam keadaan ideal tentu saja sesuai dengan syariat Islam. Sementara itu, Akram Khan menggunakan konsep falah yang merupakan bagian dari ajaran Islam. Dari sini kita dapat menarik benang merah bahwa ilmu ekonomi Islam mengambil aspek ideal atau aspek normatif (apa yang seharusnya) berdasarkan ajaran-ajaran Islam.

 

Selain perbedaan aspek normatif, ada perbedaan lebih mendasar antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi konvensional. Choudury (1990) menjelaskan bahwa ilmu ekonomi Islam memiliki pondasi yang berbeda dengan paradigma barat, karena ilmu ekonomi Islam berlandaskan pada worlview tauhid, sementara paradigma barat memisahkan agama dengan sains (dualisme). Susamto (2018) secara lebih jelas memaparkan bahwa ilmu ekonomi Islam “secara ontologis tidak memisahkan permasalahan duniawi dengan permasalahan ukhrawi” dan “secara epistemologis tidak membatasi pengetahuan hanya dapat diperoleh melalui indera dan rasio (akal)”.

 

Berdasarkan hal tersebut, ilmu ekonomi Islam bukan sedekar ilmu ekonomi konvensional yang aspek normatifnya diganti dengan ajaran-ajaran Islam, tetapi lebih jauh dari itu, ilmu ekonomi Islam memandang apa yang ada dan yang terjadi sebagai sebuah fenomena dalam dunia yang tunduk pada sunatullah, serta menempatkannya dalam kacamata tauhid. Hal ini tentu saja berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional, yang meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, mendasarkan dirinya pada filsafat materialisme, yaitu bahwa segala yang ada adalah dunia materi atau kebendaan.

 

Referensi :

Arif, M., 1985. Toward a Definition of Islamic Economics: Some Scientific Considerations. Journal of Research in Islamic Economics, 2(2), pp.79–93.

Choudury, M.A., 1990. Islamic Economics as a Social Science. Journal of Social Economics, 17(6), pp.35–59.

Khan, M.A., 1984. Islamic Economics: Nature and Need. Journal of Research in Islamic Economics, 1(2).

Robbins, L. C. R.,1935. An essay on the nature & significance of economic science (No. HB171 R6 1935).

Susamto, A.A., 2018. Toward a New Framework of Islamic Economic Analysis. Gadjah Mada Working Papers on Islamic Economics and Finance, No. WP/002/05/2018

Zaman, S.M.H., 1984. Definition of Islamic Economics. Journal of Research in Islamic Economics, 1(2), pp.49–50

PRINSIP SISTEM KEUANGAN SYARIAH

Learning Corner Monday, 2 July 2018

Oleh:

 Vivi Endah Ayuningtyas

Intern Assistant of PKEBS

Sistem keuangan syariah merupakan bagian dari upaya memelihara harta agar harta yang dimiliki seseorang diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 29, Allah SWT berfirman yang artinya :

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu dan janganlah membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

Harta yang dimiliki oleh setiap orang merupakan titipan dari Allah SWT yang akan dimintai setiap pertanggungjawabannya. Adanya aturan ketentuan syariah bertujuan agar tercapai kemaslahatan bagi setiap orang. Akan tetapi. Allah SWT memberikan kebebasan kepada setiap hamba-Nya untuk menentukan pilihannya dan harus menerima konsekuensi dari setiap pilihannya tersebut.

Praktik sistem keuangan syariah telah dilakukan sejak kejayaan Islam. Akan tetapi, dikarenakan semakin melemahnya sistem kekhalifahan maka praktik sistem keuangan syariah tersebut digantikan oleh sistem perbankan barat. Sistem tersebut mendapat kritikan dari para ahli fiqh bahwa sistem tersebut menyalahi aturan syariah mengenai riba dan berujung pada keruntuhan kekhalifan Islam. Pada tahun 1970-an, konsep sistem keuangan syariah dimulai dengan pengembangan konsep ekonomi Islam. Berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah, prinsip sistem keuangan Islam adalah sebagai berikut:

  1. Larangan Riba

Riba didefinisikan sebagai “kelebihan” atas sesuatu akibat penjualan atau pinjaman. Riba merupakan pelanggaran atas sistem keadilan sosial, persamaan, dan hak atas barang. Sistem riba hanya menguntungkan para pemberi pinjaman dengan membebani penetapan keuntungan yang diperoleh pemberi pinjaman di awal perjanjian. Padahal “untung” dapat diketahui setelah berlalunya waktu bukan hasil penetapan di muka.

  1. Pembagian Risiko

Risiko merupakan konsekuensi dari adanya larangan riba dalam suatu sistem kerja sama antara pihak yang terlibat. Risiko yang timbul dari aktivitas keuangan tidak hanya ditanggung oleh penerima modal tetapi juga pemberi modal. Pihak yang terlibat tersebut harus saling berbagi risiko sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati.

  1. Uang sebagai Modal Potensial

Dalam Islam, uang tidak diperbolehkan apabila dianggap sebagai komoditas yaitu uang dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan barang yang dijadikan sebagai objek transaksi untuk memperoleh keuntungan. Sistem keuangan Islam memandang uang boleh dianggap sebagai modal yaitu uang bersifat produktif, dapat menghasilkan barang atau jasa bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh keuntungan.

  1. Larangan Spekulatif

Hal ini selaras dengan larangan transaksi yang memiliki tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, misalnya seperti judi.

  1. Kontrak/Perjanjian

Dengan adanya perjanjian yang disepakati di awal oleh pihka-pihak yang terlibat dapat mengurangi risiko atas informasi yang asimetri atau timbulnya moral hazard.

  1. Aktivitas Usaha harus Sesuai Syariah

Usaha yang dilakukan merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut syariah, seperti tidak melakukan jual-beli minuman keras atau mendirikan usaha peternakan babi.

Oleh karena itu, prinsip sistem keuangan syariah berdasarkan prinsip sebagai berikut :

  1. Rela sama rela (antaraddim minkum).
  2. Tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun).
  3. Hasil usaha muncul bersama biaya (al-kharaj bi al dhaman).
  4. Untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).

Dari prinsip sistem keuangan tersebut, maka muncul dan berkembang instrumen-instrumen keuangan syariah terkait dengan kegiatan investasi maupun jual-beli sesuai dengan ketentuan syariah. Hal ini membantu pelaku ekonomi dalam memahami berbagai produk keuangan syariah dan ketentuan-ketentuan syariah dari setiap produk keuangan tersebut. S

Sumber :

Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.

12
Universitas Gadjah Mada

Pusat Kajian Ekonomika dan Bisnis Syariah
(Center for Research in Islamic Economics and Business)
2nd Floor South Wing, FEB UGM Campus
Sosiohumaniora Street No. 1, Bulaksumur
Sleman, Yogyakarta, Indonesia

Telp: +62 274 548510 ext 145
Email: pkebs.feb@ugm.ac.id
Web: http://pkebs.feb.ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY