Ditulis Oleh:
Razhel Alfan Gumelar
Intern Assistant of PKEBS
Sebagai rukun islam ketiga, seorang muslim wajib mengeluarkan zakat apabila telah memiliki harta yang wajib dizakati, telah mencapai nishab (batas minimal ukuran harta) serta haul (waktu kepemilikan harta). Bahkan Abu Bakar Assidiq telah menyiapkan pasukan untuk menggempur mereka yang memisahkan antara shalat dan membayar zakat. Kemajuan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang keuangan dan ekonomi, membuat jenis dan bentuk kekayaan serta kegiatan manusia dalam mencari harta juga semakin berkembang, sehingga pemahaman para ulama islam saat ini dalam memahami makna dan cakupan objek zakat juga ikut berkembang. Hal tersebut, dikarenakan banyak harta yang dimiliki manusia saat ini tidak ada pada zaman Rasulullah dan pada masa-masa Khulafaurrasyidin.
Praktik zakat kontemporer yang pertama adalah zakat uang kertas. Uang kertas tidak ada pada zaman Rasulullah, karena yang digunakan pada waktu itu adalah dinar dan dirham (mata uang dari emas dan perak). Berdasarkan Lembaga Pengkajian Islam, uang kertas wajib dizakati 2.5 % apabila jumlah uang tersebut telah mencapai nishab 20 dinar emas. Setiap dinar emas senilai dengan 4.25 gram emas, maka jumlah nishab yang harus dikeluarkan zakatnya adalah 20 X 4.25 = 85 gram emas. Contohnya apabila harga emas Rp 500.000/gram, maka nishabnya adalah 85 X 500.000 = Rp 42.500.000. Barangsiapa kekayaan berupa uang kertas sejumlah itu, dan telah mencapai satu tahun qomariyah penuh tanpa berkurang, maka sudah wajib dikeluarkan zakatnya.
Praktik zakat kontemporer yang kedua adalah zakat barang-barang perniagaan. Barang-barang perniagaan adalah segala sesuatu yang disiapkan untuk diperjualbelikan dengan tujuan mencari keuntungan. Menurut pendapat Maimun bin Mahran, apabila sudah datang waktu berzakat, lihatlah uang kontan atau barang dagangan yang ada, lalu ukur nilainya dengan harga pembelian barang tersebut. Bila ada piutang di tangan orang mampu, hitunglah zakatnya. Kemudian potong dengan hutang yang dimiliki, dan zakatkan 2.5 % dari harta yang tersisa seluruhnya berdasarkan hitungan haul tahun qomariyah atau 2.577% dari harta yang tersisa berdasarkan tahun syamsiyah.
Praktik zakat kontemporer yang terakhir adalah zakat saham investasi. Saham merupakan surat berharga sebagai tanda bukti bahwa pemegangnya turut serta dalam permodalan suatu usaha. Berdasarkan Lembaga Pengkajian Fiqih Organisasi Konferensi Islam, Pihak perusahaan bisa mengeluarkan zakatnya sebagai perwakilan mereka kalau itu ditegaskan dalam peraturan dasar mereka, atau bisa juga diserahkan kepada para pemilik saham untuk dikeluarkan zakatnya masing-masing apabila telah memenuhi nishab dan haulnya.
Sumber :
Ash-shawi, Shalah., dan Abdullah al-Muslih. 2011. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Terjemah oleh Abu Umar Basyir. Jakarta : Darul Haq
Mubarrak, Ramadhan Islahuddin. 2017. Zakat Saham dan Obligasi (Studi Analisis Istinbat Hukum Yusuf Al-Qardhawi). Tesis. Fakultas Hukum Islam UIN Alauddin : Makasar