Peningkatan Inklusi Perbankan Syariah di Lingkungan Sekolah dan Kampus dengan Pendekatan Nudge Theory

Peningkatan Inklusi Perbankan Syariah di Lingkungan Sekolah dan Kampus dengan Pendekatan Nudge Theory

Oleh

Danes Quirira Octavio

Tim Ahli di Pusat Kajian Ekonomika dan Bisnis Syariah (PKEBS) FEB UGM

 

Selama 25 tahun perbankan syariah di Indonesia, perkembangan bank syariah hanya mampu mendapatkan pangsa pasar sebesar 5 %. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat jumlah penduduk muslim di Indonesia sangat besar. Memang, salah satu kendala yang tidak bisa dihindarkan adalah persaingan langsung dengan bank konvensional. Perbankan konvensional lebih diuntungkan karena cenderung memiliki lebih banyak asset dan infrastruktur strategis, contohnya jumlah kantor cabang dan ATM. Sejumlah pakar mengusulkan untuk meningkatkan literasi keuangan syariah. Memang, metode ini dari sisi riset memberikan dampak positif untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah. Namun, metode ini cenderung lama dan belum lagi lebih sulitnya akses perbankan syariah dibandingkan perbankan konvensional membuat masyarakat memilih bank konvensional dibandingkan bank syariah. Hal ini juga diperparah dengan isu bahwa perbankan syariah sama saja dengan bank konvensional.

Pada artikel ini penulis akan menjelaskan mengapa literasi keuangan tidak cukup untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di  perbankan syariah. Selain itu, penulis menyarankan bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat di perbankan islam selain melakukan pengembangan pengetahuan masyarakat mengenai perbankan syariah.

Dari sisi akademis, literasi keuangan merupakan penerapan dari pendapat yang dikemukakan oleh Herbert Simon, pemenang nobel ekonomi pada tahun 1987. Simon berpendapat, manusia tidak dapat melakukan tindakan yang rasional karena memiliki keterbatasan informasi dan ketidakmampuan untuk mengolah informasi. Pada kasus partisipasi masyarakat perbankan syariah,  diasumsikan bahwa masyarakat perlu untuk memiliki pengetahuan dan informasi mengenai perbankan syariah agar dapat berpartisipasi. Namun, menurut penulis, teori ini dapat diterapkan jika akses dan kekuatan perbankan syariah dan perbankan konvensional adalah sama. Oleh karena itu, perlu pendekatan yang sedikit berbeda untuk meningkatkan inklusi bank syariah.

Sebuah pendekatan yang ditawarkan oleh penulis adalah dengan berdasarkan teori yang diangkat oleh Richard Thaler. Ia adalah pemenang nobel ekonomi pada tahun 2017. Teori yang diangkat olehnya bernama Nudge Theory. Secara definisi, teori ini menyarankan perlunya dorongan positif yang bersifat tidak langsung dan tidak memaksa untuk mempengaruhi tingkah laku individu ataupun kelompok. Bagi individu yang tidak mengetahui informasi apapun pada pendekatan ini, Pendekatan ini nantinya akan meningkatkan tingkat informasi dan pengetahuan seorang individu mengenai aktivitas yang didorong oleh pembuat kebijakan. Hal ini dikarenakan mereka akan merasakan manfaatnya dan pengalaman tersebut akan menjadi pengetahuan. Manfaat juga akan dirasakan pada individu yang telah memiliki pengetahuan mengenai manfaat yang didorong oleh pembuat kebijakan namun tidak dilakukan jika tanpa adanya dorongan. Dorongan tersebut akan membuat mereka untuk melakukan aktivitas tersebut. Ada yang menarik dari fenomena terakhir ini. Mengapa individu yang telah mengetahui manfaat suatu tindakan namun tetap tidak melakukan tindakan tersebut. Kahneman, Knetsch, dan Thaler (1991) menjelaskan bahwa manusia mengalami endowment effect, yaitu suatu bias karena manusia overvalue pada sesuatu yang dimilikinya dibandingkan objective market value-nya. Contoh dari fenomena ini adalah dana pensiun. Individu merasa bahwa harta yang dia punya dapat cukup untuk membiayai masa depannya. Namun, jika dihitung dengan time value of money, harta tersebut sebenarnya tidak cukup. Oleh karena itu dorongan positif untuk berpartisipasi di dana pensiun diperlukan.

Pendekatan ini sudah diterapkan di berbagai negara pada berbagai macam kasus. Di Inggris, dimulai pada tahun 2012, teori ini dipraktikkan untuk meningkatkan partisipasi masyrakatnya pada penggunaan dana pensiun. Masyarakat yang telah bekerja akan secara otomatis terdaftar di lembaga dana pensiun Inggris. Cara ini sama dengan yang dilakukan oleh BPJS di Indonesia. Di Spanyol, cara ini digunakan untuk mengisi persediaan organ di bank organ. Jika seseorang mati tanpa adanya wasiat bahwa dia harus dimakamkam secara lengkap beserta organ tubuhnya, maka pemerintah spanyol akan mengambil organnya. Cara ini efektif dan berhasil meningkatkan persediaan organ dan mampu menyelamatkan banyak pasien yang mengalami gagal organ.

Lalu bagaimana dengan penerapan teori ini untuk mengembangkan partisipasi masyarakat di perbankan syariah? Ide penulis ini akan sangat cocok bagi pembaca yang bekerja di ranah pendidikan (sekolah atau universitas). Penulis menyarankan untuk menyisihkan uang yang dibayarkan mahasiswa pada pertama kali untuk pembuatan rekening bank syariah dengan akad wadiah. Oleh karena itu, siswa akan secara otomatis mempunyai rekening bank syariah. Sekolah atau universitas islam juga diharapkan untuk menggunakan bank syariah yang sama, bank syariah yang menjadi tempat pembuatan rekening tabungan siswa, sebagai pengumpul dana SPP nya. Dengan demikian, siswa akan mendapatkan manfaat dari memiliki rekening di bank syariah tersebut karena tidak dikenai biaya potongan transfer antar bank ketika pembayaran SPP. Pihak sekolah tidak boleh memaksakan kepemilikan rekening tabungan. Dengan demikian, siswa tetap memiliki hak untuk menutup rekening tersebut. Namun, pengurusan administrasi penutupan rekening dilakukan siswa secara sendiri. Dengan menerapkan strategi ini, siswa akan berpikir dua kali untuk melakukan karena mereka akan mengorbankan manfaat dari ketiadaan biaya transfer. Selain itu, pada jangka panjang, hal ini dapat memberikan kesadaran dan pengetahuan baru bagi siswa bahwa berpartisipasi di perbankan syariah bahwa ada keuntungan bagi mereka selain terhindar dari biaya transfer, antara lain rekening bank syariah dengan akad wadiah tidak akan pernah mengenakan biaya pada tabungan mahasiswa tersebut. Hal ini merupakan competitive advantage bank syariah dibandingkan bank konvensional. Rekening tabungan wadiah tidak memberikan tambahan dana (bagi hasil) bagi nasabahnya, tetapi akad ini cocok untuk nasabah yang berdana kecil seperti mahasiswa. Hal ini dikarenakan jika dibandingkan dengan bank konvensional, pertambahan bunga pada tabungan berdana kecil cenderung selalu dibawah biaya administrasinya. Dengan kata lain, siswa akan dapat merasakan manfaatnya lebih sebagai nasabah bank syariah daripada menjadi nasabah bank konvensional. Hal ini sesuai dengan sifat dasar manusia yaitu manusia berusaha untuk meningkatkan utilitasnya (homo economicus). Selain itu, siswa akan dapat mengetahui secara praktik sifat bank syariah. Dengan demikian, diharapkan siswa mampu membedakan aktivitas bank syariah dan bank konvensional dengan lebih komprehensif.

Strategi selanjutnya adalah dengan melakukan dorongan untuk mempertahankan dan membuat aktivitas penggunaan rekening bank syariah lebih aktif dan berkembang di kalangan mahasiswa adalah dengan melakukan penginstalan ATM dan atau kantor cabang di lingkungan sekolah. Seperti yang telah disebutkan di paragraf pertama, akses ke perbankan syariah masih rendah. Oleh karena itu, sekolah perlu memberikan dorongan dengan cara mendekatkan akses agar kegiatan keuangan siswa berkembang. Dengan demikian, frekuensi dan variasi aktivitas keuangan di perbankan syariah akan bertambah.

Penulis berharap dari penerapan strategi ini, diharapkan siswa akan mendapat keuntungan secara ekonomi, pengetahuan yang mendalam tentang perbankan syariah, dan tentu saja dari sisi perbankan syariah, dapat memperkuat modal dan perkembangan bank syariah.

error: Content is protected !!