Ekonomi Islam bukan sekadar Keuangan Syariah

Oleh:
Salim Fauzanul Ihsani
Asisten Peneliti Pusat Kajian Ekonomika dan Bisnis Syariah (PKEBS) FEB UGM

Setelah pertengahan abad ke 20, terdapat hasil ijtihad ulama yang menganggap bahwa instrumen bunga dalam sistem keuangan di dunia merupakan riba, sebuah dosa yang sangat besar bagi para pemeluk Islam. Hasil tersebut menjadi titik balik bagi terciptanya berbagai aspek kehidupan yang lebih Islami di bidang ekonomi. Pengembangan sistem perbankan berdasarkan bagi hasil menjadi terobosan awal bagi tegaknya pengembangan ekonomi Islam di dunia karena dianggap sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW dan jauh dari unsur ribawi.

Meskipun berbagai lembaga keuangan yang menerapkan sistem bagi hasil telah ada pada tahun 1960an, dapat dikatakan pengembangan ekonomi Islam di era modern baru dilakukan secara masif sejak diresmikannya Islamic Development Bank (IDB) oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1975. IDB merupakan sebuah institusi yang memiliki fokus untuk mengembangkan ekonomi Islam melalui bidang pembangunan bagi seluruh anggota OKI. Setelah kejadian bersejarah tersebut, sistem ekonomi Islam yang dicerminkan melalui keberadaan berbagai lembaga keuangan khususnya perbankan  mulai dikembangkan secara luas di berbagai negara khususnya negara-negara yang memiliki mayoritas penduduk muslim.

Di Indonesia sendiri, perkembangan ekonomi Islam bisa dikatakan secara formal dimulai setelah Bank Muamalat Indonesia, sebagai bank bagi hasil pertama, resmi beroperasi pada tahun 1992. Pada awal dekade kedua abad 21, telah banyak berbagai bank umum syariah (BUS) yang juga disusul dengan berbagai pembukaan unit usaha syariah (UUS), bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS), serta koperasi simpan pinjam syariah atau BMT yang turut hadir dalam mendukung penerapan berbagai sistem keuangan yang dianggap lebih Islami di Indonesia. Istilah ekonomi syariah ataupun keuangan syariah terlihat lebih populer di Indonesia daripada kata ekonomi Islam ataupun keuangan Islam di Indonesia, karena pada pengenalannya para praktisi dan akademisi ekonomi Islam di Indonesia memilih untuk menggunakan istilah syariah yang dianggap lebih moderat pada masa itu.

Berdasarkan data OJK di akhir tahun 2017, perkembangan berbagai institusi keuangan syariah di Indoensia mencatatkan angka yang menggembirakan dengan bank umum syariah sebanyak 13 bank, unit usaha syariah sebanyak 21 bank, dan BPRS sebanyak 167 bank. Pencapaian tersebut sangat menggembirakan apabila dibandingkan dengan 14 tahun sebelumya yang hanya mencatatkan bank umum syariah sebanyak 2 bank, unit usaha syariah sebanyak 3 bank, dan BPRS sebanyak 81 bank. Perkembangan institusi keuangan syariah yang menggembirakan bukan berarti tidak diiringi kritik, salah satunya terkait dengan aggapan bahwa “pada praktiknya bank syariah tidak mungkin 100% syariah”.

Kritik yang muncul pada ekonomi Islam bukan hanya pada bagaimana seharusnya sistem keuangan syariah diterapkan agar tak sekadar pemberian label Islami tapi nihil akan esensi, namun ada kritik yang lebih penting untuk segera dicarikan solusinya yaitu pandangan bahwa ekonomi Islam hanya sebatas keuangan syariah semata dan tak mampu membuka ruang untuk menemukan bagaimana ekonomi Islam yang sesungguhnya. Pernyataan ini sesuai degan hasil analisis Islahi (2013) yang menyatakan bahwa pengembangan ekonomi Islam terhambat salah satunya disebabkan para akademisi ekonomi Islam terlalu fokus pada pengembangan keuangan syariah semata padahal keuangan hanya salah satu bagian dari kue besar yang harusnya disajikan oleh ekonomi Islam.

Di tengah pengembangan keuangan syariah yang senantiasa terus dilakukan, para akademisi ekonomi Islam sudah seharusnya berusaha lebih keras lagi untuk membuka ruang pengembangan ekonomi Islam yang lebih kaffah. Pada dasarnya ilmu ekonomi adalah ilmu tentang bagaimana cara memilih yang optimal dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas, oleh karena itu di mana ada kegiatan untuk melakukan pilihan, di situlah konsep ekonomi dapat diterapkan. Hadirnya ekonomi Islam dengan pengembangan yang lebih integral diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan di berbagai bidang dalam kehidupan sosial ekonomi.

Konsep bahwa ekonomi Islam bukan hanya sekadar penciptaan sistem keuangan syariah dapat dilihat dari pemikiran Chapra (2000) yang menyebutkan bahwa terdapat 4 langkah dalam memformulasikan kebijakan ekonomi Islam yaitu:

1) mempelajari kondisi aktual yang sedang terjadi

2) mengidentifikasi bagaimana kondisi ideal yang harus dicapai

3) membandingkan kondisi ideal dan kondisi aktual dan mengapa terjadi perbedaan antara kedua kondisi tersebut

4) merumuskan strategi yang bisa membawa kondisi aktual untuk semakin mendekat pada kondisi ideal

Melalui empat poin tersebut dapat terlihat bahwa ruang lingkup ekonomi Islam adalah berbagai permasalahan dalam bidang ekonomi ataupun sosial secara luas. Selama ada masalah yang bertentangan dengan kondisi yang seharusnya menurut ajaran Islam, disitulah ekonomi Islam dapat berkontribusi dalam menyusun berbagai strategi untuk mendekatkan kepada ajaran yang lebih Islami. Dengan demikian ekonomi Islam tidak hanya berkaitan dengan pembahasan keuangan syariah semata, namun banyak ruang yang dapat digali dan ditemukan solusinya berdasarkan kerangka berfikir ekonomi Islam.

Dalam pengembangan 4 tahap formulasi kebijakan ekonomi Islam milik Chapra (2000), Susamto (2015) menekankan bahwa dengan skema tersebut maka berbagai konsep ekonomi dapat dikatakan Islami selama konsep tersebut berpatokan pada Islamic World View, keadaan ideal menurut ajaran Islam, dan mampu membantu masyarakat untuk mentransformasikan ekonomi yang sedang mereka jalani kepada sistem yang lebih baik. 

Harus diakui bahwa hadirnya keuangan syariah di dunia menjadi pelopor bagi pengembangan ekonomi Islam di berbagai bidang bahasan ilmu ekonomi dan berbagai negara di dunia dan keuangan syariah harus terus dikembangkan demi terciptanya sistem yang lebih baik dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun ekonomi Islam tidak seharusnya hanya menyibukkan diri untuk sekadar membahas bidang keuangan semata. Banyak aspek-aspek lain yang dapat dibedah dengan perspektif ekonomi Islam sebagai mana yang konsepnya dijelaskan oleh Chapra (2000) serta dikuatkan oleh Susamto (2015). Dengan adanya konsep berfikir yang lebih menyeluruh maka berbagai permasalahan ekonomi dan sosial seperti pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan, pajak negara, dan lain sebagainya dapat menjadi objek bagi ekonomi Islam dalam mencarikan solusi untuk penyelesaian berbagai permasalahan tersebut.

Sumber gambar: common.wikimedia.org

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

error: Content is protected !!