Jual Beli dalam Islam

Jual Beli yang Mabrur 

Jual beli yang mabrur merupakan salah satu dari dua mata pencarian paling baik yang disebutkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Suatu hari ada yang bertanya pada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,

“Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi)”.

Hadist di atas dibawakan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab Bulughul Marom. Menurut Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan, jual beli yang mabrur adalah jual beli yang memenuhi syarat dan rukun jual beli, terlepas dari jual beli yang bermasalah, dibangun di atas kejujuran, serta menghindarkan diri dari penipuan dan pengelabuan. Secara umum, jual beli diartikan sebagai suatu proses memindahkan milik dengan ganti (iwad) yang dapat dibenarkan. Pertukaran uang dengan barang atau jual beli dapat dilakukan baik secara tunai ataupun pembelian tangguh.

Akad Murabahah

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli. Pembeda utama murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya.

Terdapat dua jenis murabahah yaitu:

  1. Murabahah dengan pesanan

Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Kalau bersifat mengikat berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya.

  1. Murabahah tanpa pesanan

Murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat dan pembeli dapat membatalkan  akad pembelian.

Dalam jual beli terdapat syarat yang harus diperhatikan agar jual beli tersebut menjadi sah. Rukun dan ketentuan akad murabahah, yaitu sebagai berikut:

  1. Pelaku
    1. ada penjual dan pembeli
    2. cakap hukum (Berakal  dan dapat membedakan),
    3. akad anak kecil dianggap sah, apabila seizin walinya
  1. Obyek Jual Beli harus memenuhi:
    1. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya.
    2. Barang dimiliki oleh penjual.
    3. Barang dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu dimasa depan.
    4. Barang dapat diketahui kuantitasnya dengan jelas
    5. Barang dapat diketahui kualitasnya dengan jelas
    6. Harga barang tersebut jelas
    7. Barang secara fisik ada ditangan penjual
  1. Ijab kabul dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.

ekspresi saling ridha/rela antara penjual dan pembeli terhadap barang yang dan jual dan harganya. Apabila salah satu dari mereka ada unsur terpaksa (ikrah) atau ada unsur penipuan (tadlis) atau ada ketidaksesuaian (gharar) obyek akad maka jual beli menjadi tidak sah karena prinsip saling ridha/rela tidak terpenuhi. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian obyek akad, pelaku boleh memilih untuk membatalkan akad atau melanjutkannya. Dalam hal terjadi paksaan apabila bertujuan untuk kepentingan umum dibolehkan.

 

Referensi:

Nurhayati, S., dan Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Tuasikal, Muhammad Abduh. 2013. Bermodalkan Ilmu sebelum Berdagang. Yogyakarta: Pustaka Muslim.

Sumber gambar: vellaris.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

error: Content is protected !!